Medan - Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut), Dr Harli Siregar SH M.Hum, menyetujui penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restorative justice terhadap 21 tersangka kasus pencurian di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Belawan.
Keputusan tersebut diambil setelah melalui ekspose permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI.
Persetujuan itu dilakukan usai Kajati Sumut bersama Wakajati, Asisten Pidana Umum (Aspidum), serta pejabat utama bidang Pidana Umum Kejati Sumut mengikuti gelar perkara bersama jajaran Kejari Belawan.
Ekspose dilakukan secara daring dengan Sekretaris Jampidum di Jakarta untuk mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Diketahui, 21 tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana pencurian secara bersama-sama di kawasan perusahaan PT Abadi Rakyat Bakti yang telah berhenti beroperasi di Jalan Yos Sudarso Km 10,2, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, pada 20 Juli 2025.
Para tersangka dijerat Pasal 362 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-4 jo Pasal 55 KUHP sebelum akhirnya dilakukan pengajuan penghentian penuntutan.
Pelaksana Harian (Plh) Kasi Penerangan Hukum Kejati Sumut, M Husairi SH MH, menjelaskan bahwa penerapan restorative justice dalam perkara ini dilakukan setelah mempertimbangkan beberapa aspek hukum dan kemanusiaan.
“Korban telah menyatakan kesediaannya untuk dilakukan penghentian penuntutan. Para tersangka juga menunjukkan itikad baik dengan mengakui kesalahan, meminta maaf, dan berdamai dengan korban tanpa syarat,” ujar Husairi.
Ia menambahkan, perdamaian antara para pihak disaksikan oleh keluarga tersangka, tokoh masyarakat, dan Camat Medan Deli. Seluruh pihak sepakat agar perkara tersebut diselesaikan secara damai melalui mekanisme restorative justice.
Menurut Husairi, penerapan keadilan restoratif merupakan bagian dari kebijakan humanis Kejaksaan yang menitikberatkan pada pemulihan hubungan sosial tanpa mengesampingkan kepentingan hukum.
“Langkah ini diambil setelah dilakukan penelitian mendalam dengan memperhatikan nilai keadilan dan hati nurani. Semangatnya adalah memulihkan hubungan di masyarakat tanpa harus melalui pemidanaan,” jelasnya.
Kebijakan tersebut, lanjutnya, sejalan dengan amanat Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang menjadi pedoman Kejaksaan dalam mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan dan berorientasi pada kemanusiaan. (*)
Keputusan tersebut diambil setelah melalui ekspose permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI.
Persetujuan itu dilakukan usai Kajati Sumut bersama Wakajati, Asisten Pidana Umum (Aspidum), serta pejabat utama bidang Pidana Umum Kejati Sumut mengikuti gelar perkara bersama jajaran Kejari Belawan.
Ekspose dilakukan secara daring dengan Sekretaris Jampidum di Jakarta untuk mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Diketahui, 21 tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana pencurian secara bersama-sama di kawasan perusahaan PT Abadi Rakyat Bakti yang telah berhenti beroperasi di Jalan Yos Sudarso Km 10,2, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, pada 20 Juli 2025.
Para tersangka dijerat Pasal 362 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-4 jo Pasal 55 KUHP sebelum akhirnya dilakukan pengajuan penghentian penuntutan.
Pelaksana Harian (Plh) Kasi Penerangan Hukum Kejati Sumut, M Husairi SH MH, menjelaskan bahwa penerapan restorative justice dalam perkara ini dilakukan setelah mempertimbangkan beberapa aspek hukum dan kemanusiaan.
“Korban telah menyatakan kesediaannya untuk dilakukan penghentian penuntutan. Para tersangka juga menunjukkan itikad baik dengan mengakui kesalahan, meminta maaf, dan berdamai dengan korban tanpa syarat,” ujar Husairi.
Ia menambahkan, perdamaian antara para pihak disaksikan oleh keluarga tersangka, tokoh masyarakat, dan Camat Medan Deli. Seluruh pihak sepakat agar perkara tersebut diselesaikan secara damai melalui mekanisme restorative justice.
Menurut Husairi, penerapan keadilan restoratif merupakan bagian dari kebijakan humanis Kejaksaan yang menitikberatkan pada pemulihan hubungan sosial tanpa mengesampingkan kepentingan hukum.
“Langkah ini diambil setelah dilakukan penelitian mendalam dengan memperhatikan nilai keadilan dan hati nurani. Semangatnya adalah memulihkan hubungan di masyarakat tanpa harus melalui pemidanaan,” jelasnya.
Kebijakan tersebut, lanjutnya, sejalan dengan amanat Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang menjadi pedoman Kejaksaan dalam mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan dan berorientasi pada kemanusiaan. (*)