Medan - Kuasa hukum penggugat Bambang Samosir membantah klaim PT Jaya Beton Indonesia (JBI) terkait kepemilikan sertifikat tanah yang menjadi objek sengketa dalam perkara perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (22/8/2025).
“Yang mereka miliki itu Hak Guna Bangunan (HGB), bukan sertifikat. Sedangkan klien kami memiliki Akta PHGR (Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi) tahun 1983 dengan 18 surat asli yang dipegang ahli waris,” ujar Bambang usai sidang lapangan.
Bambang menjelaskan, hasil pemeriksaan setempat menunjukkan PT JBI menguasai lahan seluas 8,9 hektare. Namun, berdasarkan dokumen penggugat, luas tanah yang disengketakan mencapai 12,7 hektare ditambah beberapa bidang tanah kosong.
“Saya tegaskan, sertifikat yang dinyatakan pihak PT Jaya Beton Indonesia tidak mungkin ada. Di persidangan, yang mereka tunjukkan hanya HGB, bukan sertifikat,” tegasnya.
Meski demikian, Bambang mengapresiasi jalannya sidang lapangan yang dihadiri pihak tergugat, kuasa hukum, manajemen PT JBI, serta majelis hakim. Ia menyebut batas lahan yang diperiksa telah sesuai.
“Batas timur, barat, semua sudah sesuai. Hakim juga menegaskan sidang lapangan ini bukan mempertanyakan kepemilikan, melainkan hanya memeriksa batas,” tambahnya.
Pihak penggugat berencana menyampaikan bantahan tambahan dalam sidang lanjutan dengan agenda kesimpulan dua pekan mendatang.
Sementara itu, General Manager PT Jaya Beton Indonesia, Wahyudi, mengungkapkan perusahaan sudah lima kali menghadapi Gugatan serupa.
“Ini yang kelima kalinya. Saya rasa seharusnya sudah selesai, karena sudah beberapa kali dibuktikan dan tidak terbukti,” kata Wahyudi. Ia juga menegaskan, PT JBI memiliki sertifikat dengan luas 8,9 hektare dari awalnya 9,6 hektare.
Sebelumnya, majelis hakim PN Medan yang diketuai Deny Syahputra menggelar sidang lapangan perkara PMH nomor 209/Pdt.G/2025/PN Mdn antara penggugat Lindawati dan Afrizal Amris melawan PT Jaya Beton Indonesia. (*)
“Yang mereka miliki itu Hak Guna Bangunan (HGB), bukan sertifikat. Sedangkan klien kami memiliki Akta PHGR (Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi) tahun 1983 dengan 18 surat asli yang dipegang ahli waris,” ujar Bambang usai sidang lapangan.
Bambang menjelaskan, hasil pemeriksaan setempat menunjukkan PT JBI menguasai lahan seluas 8,9 hektare. Namun, berdasarkan dokumen penggugat, luas tanah yang disengketakan mencapai 12,7 hektare ditambah beberapa bidang tanah kosong.
“Saya tegaskan, sertifikat yang dinyatakan pihak PT Jaya Beton Indonesia tidak mungkin ada. Di persidangan, yang mereka tunjukkan hanya HGB, bukan sertifikat,” tegasnya.
Meski demikian, Bambang mengapresiasi jalannya sidang lapangan yang dihadiri pihak tergugat, kuasa hukum, manajemen PT JBI, serta majelis hakim. Ia menyebut batas lahan yang diperiksa telah sesuai.
“Batas timur, barat, semua sudah sesuai. Hakim juga menegaskan sidang lapangan ini bukan mempertanyakan kepemilikan, melainkan hanya memeriksa batas,” tambahnya.
Pihak penggugat berencana menyampaikan bantahan tambahan dalam sidang lanjutan dengan agenda kesimpulan dua pekan mendatang.
Sementara itu, General Manager PT Jaya Beton Indonesia, Wahyudi, mengungkapkan perusahaan sudah lima kali menghadapi Gugatan serupa.
“Ini yang kelima kalinya. Saya rasa seharusnya sudah selesai, karena sudah beberapa kali dibuktikan dan tidak terbukti,” kata Wahyudi. Ia juga menegaskan, PT JBI memiliki sertifikat dengan luas 8,9 hektare dari awalnya 9,6 hektare.
Sebelumnya, majelis hakim PN Medan yang diketuai Deny Syahputra menggelar sidang lapangan perkara PMH nomor 209/Pdt.G/2025/PN Mdn antara penggugat Lindawati dan Afrizal Amris melawan PT Jaya Beton Indonesia. (*)