TANJUNGBALAI – Sidang lanjutan perkara narkotika dengan terdakwa Rahmadi kembali memanas. Tim kuasa hukum memprotes penyitaan telepon seluler milik kliennya yang dijadikan barang bukti oleh penyidik Ditresnarkoba Polda Sumut dalam perkara Nomor 180/Pid.Sus/2025/PN TJB di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Rabu (20/8/2025).
Kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan, Ronald Siahaan, dan Thomas Tarigan menyebut penyitaan itu tidak berdasar.
Bahkan, mereka menduga ponsel tersebut menjadi pintu hilangnya uang Rp11,2 juta dari rekening Rahmadi melalui aplikasi M-Banking. Transaksi keluar tercatat pada 10 Maret 2025, sepekan setelah Rahmadi ditahan pada 3 Maret.
“Sejak awal kami menolak. Polisi tidak mampu membuktikan ponsel itu digunakan sebagai sarana transaksi narkotika. Klien kami juga dipaksa membuka PIN M-Banking di bawah intimidasi penyidik,” kata Suhandri, Kamis (21/8).
Tim kuasa hukum menuding ada penyalahgunaan kewenangan dan menyatakan akan melaporkan dugaan tersebut ke SPKT dan Bidpropam Polda Sumut.
Namun, Panit I Unit I Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut, Victor Topan Ginting, yang dihadirkan sebagai saksi, membantah tuduhan itu.
Ketua majelis hakim Karolina Selfia Sitepu sempat menegur Victor karena kesaksiannya dinilai tidak konsisten dengan keterangan saksi lain.
Hakim anggota bahkan mempertanyakan keaslian barang bukti yang diduga milik orang lain namun digunakan untuk menjerat terdakwa.
Selain itu, tim kuasa hukum juga mengungkap adanya perbedaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang mereka pegang dengan BAP di majelis hakim. “Ini bukti bahwa kasus ini penuh rekayasa,” kata Ronald.
Dalam persidangan, diputar pula rekaman video dugaan penganiayaan terhadap Rahmadi saat penangkapan. Video yang sempat viral itu memperlihatkan Victor bersama atasannya saat itu, Kompol Dedi Kurniawan, diduga menganiaya terdakwa.
Victor membantah dan menyebut tindakannya hanya untuk melumpuhkan Rahmadi yang melawan. Sidang ditunda dan akan dilanjutkan Selasa (26/8) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lain. (*)
Kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan, Ronald Siahaan, dan Thomas Tarigan menyebut penyitaan itu tidak berdasar.
Bahkan, mereka menduga ponsel tersebut menjadi pintu hilangnya uang Rp11,2 juta dari rekening Rahmadi melalui aplikasi M-Banking. Transaksi keluar tercatat pada 10 Maret 2025, sepekan setelah Rahmadi ditahan pada 3 Maret.
“Sejak awal kami menolak. Polisi tidak mampu membuktikan ponsel itu digunakan sebagai sarana transaksi narkotika. Klien kami juga dipaksa membuka PIN M-Banking di bawah intimidasi penyidik,” kata Suhandri, Kamis (21/8).
Tim kuasa hukum menuding ada penyalahgunaan kewenangan dan menyatakan akan melaporkan dugaan tersebut ke SPKT dan Bidpropam Polda Sumut.
Namun, Panit I Unit I Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut, Victor Topan Ginting, yang dihadirkan sebagai saksi, membantah tuduhan itu.
Ketua majelis hakim Karolina Selfia Sitepu sempat menegur Victor karena kesaksiannya dinilai tidak konsisten dengan keterangan saksi lain.
Hakim anggota bahkan mempertanyakan keaslian barang bukti yang diduga milik orang lain namun digunakan untuk menjerat terdakwa.
Selain itu, tim kuasa hukum juga mengungkap adanya perbedaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang mereka pegang dengan BAP di majelis hakim. “Ini bukti bahwa kasus ini penuh rekayasa,” kata Ronald.
Dalam persidangan, diputar pula rekaman video dugaan penganiayaan terhadap Rahmadi saat penangkapan. Video yang sempat viral itu memperlihatkan Victor bersama atasannya saat itu, Kompol Dedi Kurniawan, diduga menganiaya terdakwa.
Victor membantah dan menyebut tindakannya hanya untuk melumpuhkan Rahmadi yang melawan. Sidang ditunda dan akan dilanjutkan Selasa (26/8) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lain. (*)