MEDAN – Sidang tuntutan perkara pemalsuan akta otentik dengan terdakwa notaris Herniati (59) dan Lie Yung Ai (52) di Pengadilan Negeri (PN) Medan ditunda hingga 3 September 2025.
Penundaan dilakukan karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan belum merampungkan surat tuntutan. “Kemungkinan baru bisa dibacakan dua pekan lagi,” kata Randi dalam sidang yang dipimpin hakim Philip M. Soentpiet di ruang Cakra Utama, Rabu (20/8/2025).
Dalam perkara ini, empat orang didakwa, yakni Herniati, Lie Yung Ai, Adi Pinem, dan Karim Tano Tjandra (DPO). Adi Pinem, notaris sekaligus PPAT, sudah lebih dulu divonis 1,5 tahun penjara pada Juni 2025 lalu.
JPU dalam dakwaannya menyebut kasus ini berawal dari sengketa saham PT First Mujur Plantation & Industry yang berujung pada pembuatan akta Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) fiktif PT Permata Kharisma Indah (PT Perkharin).
Akta RUPS Nomor 46 tanggal 24 Mei 2002 tersebut dibuat pada September 2021 oleh Herniati bersama Lie Yung Ai dan Karim Tano Tjandra, seolah-olah mencatat perubahan susunan pengurus PT Perkharin. Padahal, rapat tidak pernah dilakukan.
Akta itu kemudian dipakai Sonny Wicaksono (sudah divonis dalam perkara terpisah) untuk menggugat secara perdata di PN Medan.
Namun, berdasarkan data Kemenkumham, susunan pengurus PT Perkharin yang sah masih sesuai Akta Pendirian Tahun 2000 di bawah Notaris Myra Yuwono dengan Direktur Utama Hendi Lukman.
Perbuatan para terdakwa dinilai menimbulkan kerugian materiel bagi Hendi Lukman dan PT Perkharin. Mereka dijerat Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemalsuan surat otentik. (*)
Penundaan dilakukan karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan belum merampungkan surat tuntutan. “Kemungkinan baru bisa dibacakan dua pekan lagi,” kata Randi dalam sidang yang dipimpin hakim Philip M. Soentpiet di ruang Cakra Utama, Rabu (20/8/2025).
Dalam perkara ini, empat orang didakwa, yakni Herniati, Lie Yung Ai, Adi Pinem, dan Karim Tano Tjandra (DPO). Adi Pinem, notaris sekaligus PPAT, sudah lebih dulu divonis 1,5 tahun penjara pada Juni 2025 lalu.
JPU dalam dakwaannya menyebut kasus ini berawal dari sengketa saham PT First Mujur Plantation & Industry yang berujung pada pembuatan akta Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) fiktif PT Permata Kharisma Indah (PT Perkharin).
Akta RUPS Nomor 46 tanggal 24 Mei 2002 tersebut dibuat pada September 2021 oleh Herniati bersama Lie Yung Ai dan Karim Tano Tjandra, seolah-olah mencatat perubahan susunan pengurus PT Perkharin. Padahal, rapat tidak pernah dilakukan.
Akta itu kemudian dipakai Sonny Wicaksono (sudah divonis dalam perkara terpisah) untuk menggugat secara perdata di PN Medan.
Namun, berdasarkan data Kemenkumham, susunan pengurus PT Perkharin yang sah masih sesuai Akta Pendirian Tahun 2000 di bawah Notaris Myra Yuwono dengan Direktur Utama Hendi Lukman.
Perbuatan para terdakwa dinilai menimbulkan kerugian materiel bagi Hendi Lukman dan PT Perkharin. Mereka dijerat Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemalsuan surat otentik. (*)